Perkembangan dunia saat ini telah memasuki sebuah era baru dalam berbagai
bidang dan sendi kehidupan masyarakat dunia. Perkembangan yang bisa kita sebut
sebagai era globalisasi, pada era ini semakin hilanglah batasan dan semakin
terbukanya masyarakat untuk mendapat informasi. Salah satu ciri dari era
globalisasi ini adalah munculnya istilah perdagangan bebas, dimana masing
masing individu dipermudah dalam hal melakukan hubungan dagang antara satu sama
lainnya tanpa adanya batasan atau halangan yang berarti. Hal ini bisa kita
lihat bahwa saat ini tidak ada satu negara pun yang dapat berdiri sendiri dan
tidak menerima imbas dari era globalisasi ini baik imbas itu positif ataupun
negatif terhadap negara itu sendiri. Disini kita bisa melihat bagaimana negara
kita ini menghadapi tantangan kedepan dari imbas globalisasi ini.
Khusus di bidang
ekonomi, globalisasi menampilkan bentuknya dengan prinsip perdagangan bebas dan
perdagangan di tingkat dunia. Dengan demikian globalisasi ekonomi ini
mengarah pada suatu aktifitas yang muItinasional. Berbagai institusi-institusi
perekonomian dunia akan "dipaksa" untuk mengikuti pergulatan di
dalamnya, termasuk dalam hal ini tentu saja berlaku bagi badan-badan usaha
koperasi yang banyak digeluti oleh usaha ekonomi rakyat di Indonesia. Koperasi
sebagai salah satu bentuk dari perekonomian kerakyatan yang bersumber dari UUD
1945 dan Pancasila yang mengandung ciri khas dari bangsa ini (gotong royong)
sanggupkah menghadapi tantangan dari era globlisasi sekarang ini? Bagi
Indonesia, jelaslah bahwa implikasi dari perdagangan bebas ini adalah
pentingnya upaya untuk membuka ketertutupan usaha, peluang, dan kesempatan,
terutama bagi usaha koperasi yang menjadi salah satu pola usaha ekonomi rakyat.
Sejak lama bangsa
Indonesia telah mengenal kekeluargaan dan kegotongroyongan yang dipraktekkan
oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Kebiasaan yang bersifat nonprofit ini,
merupakan input untuk Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang dijadikan dasar/pedoman
pelaksanaan Koperasi. Bentuk-bentuk ini yang lebih bersifat kekeluargaan,
kegotongroyongan, hubungan social, nonprofit dan kerjasama disebut Pra
Koperasi. Pelaksanaan yang bersifat pra-koperasi terutama di pedesaan masih
dijumpai, meskipun arus globlisasi terus merambat ke pedesaan.
Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi pada pertengahan abad ke-18 telah mengubah wajah dunia. Berbagai
penemuan di bidang teknologi ( revolusi industri ) melahirkan tata dunia
ekonomi baru. Tatanan dunia ekonomi menjajdi terpusat pada keuntungan
perseorangan, yaitu kaum pemilik modal ( kapitalisme ). Kaum kapitalis atau
pemilik modal memanfaatkan penemuan baru tersebutdengan sebaik-baiknya untuk
memperkaya dirinya dan memperkuat kedudukan ekonominya. Hasrat serakah ini melahirkan
persaingan bebas yang tidak terbatas. Sistem ekonomi kapitalis / liberal
memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada pemilik modal dan melahirkan
kemelaratan dan kemiskinan bagi masyarakat ekonomi lemah.
Dalam kemiskinan dan
kemelaratan ini, muncul kesadaran masyarakat untuk memperbaiki nasibnya sendiri
dengan mendirikan koperasi. Pada tahun 1844 lahirlah koperasi pertama di
Inggris yang terkenal dengan nama Koperasi Rochdale di bawah pimpinan Charles
Howart. Di Jerman, Frederich Willhelm Raiffeisen dan Hermann Schulze memelopori
Koperasi Simpan Pinjam. Di Perancis, muncul tokoh-tokoh kperasi seperti Charles
Fourier, Louis Blance, dan Ferdinand Lassalle. Demikian pula di Denmark.
Denmark menjadi Negara yang paling berhasil di dunia dalam mengembangkan
ekonominya melalui koperasi.
Kemajuan industri di
Eropa akhirnya meluas ke Negara-negara lain, termasuk Indonesia. Bangsa Eropa
mulai mengembangkan sayap untuk memasarkan hasil industri sekaligus mencari
bahan mentah untuk industri mereka. Pada permulaannya kedatangan mereka murni
untuk berdagang. Nafsu serakah kaum kapitalis ini akhirnyaberubah menjadi
bentuk penjajahan yang memelaratkan masyarakat.
Koperasi mengalami
beberapa kali perubahan dibawah kepemerinahan asing saat adanya penjajahan di Indonesia.
1.
Zaman penjajahan Belanda
Koperasi didirikan pertama kali sekitar tahun 1896 oleh R. Aria
Wiriaatmaja yang waktu itu menjabat sebagai bupati Purwokerto. Pada waktu itu,
nama koperasi belum ada, melainkan Bank Penolong dan Tabungan yang mempunyai fungsi
sebagai koperasi kredit.
Tahun 1908, Boedi Oetomo turut serta mengembangkan koperasi di Indonesia
dengan spesialisasi koperasi konsumsi untuk tujuan meningkatkan kecerdasan
rakyat dalam rangka memajukan pendidikan Indonesia.
Undang-undang yang mengatur koperasi baru keluar sekitar tahun 1915,
yaitu pada tanggal 7 April 1915. Undang-undang ini bersifat keras dan membatasi
gerak koperasi bahkan beberapa isinya terkesan dibuat untuk mematikan koperasi.
Ini menyebabkan organisasi-organisasi politik dan ekonomi sulit berkembang.
Pada tahun 1927, undang-undang koperasi dan peraturan koperasi Anak
Negeri diperbaiki lagi. Perubahan ini menjadikan koperasi lebih fleksibel dan
menimbulkan semangat untuk memperjuangkan koperasi kembali berkibar. Namun
peraturan koperasi No. 108/1933 yang lahir di tahun 1933 kembali dibuat untuk
membatasi gerak koperasi karena Belanda jengah melihat perkembangan koperasi
yang kian pesat.
2.
Zaman Jepang
Pada zaman penjajahan Jepang, kurva perkembangan koperasi Indonesia
menurun drastis, bahkan hampir mendekati titik kemusnahan. Hal ini disebabkan
Jepang mendirikan koperasi yang disebut KUMIAI. KUMIAI adalah koperasi ala
Jepang yang diatur menurut tata cara militer Jepang dan undang-undang No.23
tahun 1942.
Awalnya tujuan KUMIAI seragam dengan koperasi sebelumnya, yaitu
untukmeningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun lama kelamaan KUMIAI malah
dijadikan alat pengeruk dan penguras kekayaan rakyat sehingga rakyat Indonesia
pun menjadi kecewa dan antipati terhadap koperasi. Sejak saat itu, kesan buruk
koperasi sudah melekat sangat erat di masyarakat kebanyakan.
3.
Zaman kemerdekaan
Setelah merdeka dan berhasil menghirup nafas kebebasan, koperasi mulai
menggeliat bangun dan berbenah diri. Walaupun masih dilanda trauma, namun
akhirnya kepercayaan rakyat terhadap kinerja koperasi dapat kembali
ditumbuhkan.
Perkembangan koperasi mulai mengarah ke titik kemajuan, ditandai dengan
dibuatnya UUD ’45 pasal 33 ayat 1 yang berisi : “Perekonomian Indonesia disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan” Itu artinya koperasi
adalah suatu wadah usaha yang menjunjung tinggi keadilan dan musyawarah. Semua
pihak mempunyai hak atas keuntungan serta kewajiban yang harus dilaksanakan.
Tidak lagi seperti zaman penjajahan dulu, koperasi hanya menguntungkan pihak
penjajah saja.
Pada tanggal 12 Juli, diselenggarakan kongres koperasi 1 di Tasikmalaya
yang berjalan sukses dan menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi
Indonesia.
Sementara pada kongres kedua tanggal 17 Juli 1953, Drs. Moh. Hatta
ditetapkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bung Hatta sepertinya memang patut
dijadikan pedoman karena dedikasi dan perhatiannya yang besar terhadap
koperasi. Walaupun sedang menjabat sebagi wakil presiden, beliau juga tetap
menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi.
Selain itu, Bung Hatta juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk
melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Pikiran-pikiran Bung Hatta
mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Membangun
Koperasi dan Koperasi Membangun”
4.
Zaman Orde Baru
Pada tanggal
18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni
dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian:
Dengan
berlakunya UU No. 12/1967 koperasi-koperasi yang telah berdiri harus
melaksanakan penyesuaian dengan cara menyelenggarakan Anggaran dan mengesahkan
Anggaran Dasar yang sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Dari 65.000 buah
koperasi yang telah berdiri ternyata yang memenuhi syarat sekitar 15.000 buah
koperasi saja.
Untuk
mengatasi kelemahan organisasi dan memajukan manajemen koperasi maka sejak
tahun1972 dikembangkan penggabungan koperasikoperasi kecil menjadi
koperasi-koperasi yang besar. Daerah-daerah di pedesaan dibagi dalam
wilayah-wilayah Unit Desa (WILUD) dan koperasikoperasi yang yang ada dalam
wilayah unit desa tersebut digabungkan menjadi organisasi yang besar dan
dinamakan Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Pada akhirnya koperasi-koperasi desa
yang bergabung itu dibubarkan, selanjutnya BUUD menjelmas menjadi KUD (Koperasi
Unit Desa). Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Wilayah Unit Desa,
BUUD/KUD dituangkan dalam Instruksi Presiden No.4/1973 yang selanjutnya
diperbaharui menjadi Instruksi Presiden No.2/1978 dan kemudian disempurnakan
menjadi Instruksi Presiden No.4/1984. KUD (Koperasi Unit Desa) mulai
diberlakukan seiring dibentuknya UU. Koperasi No.25/1992 oleh Prof. Dr. H. Sudarsono. Pada saat
itu koperasi digunakan sebagai alat demokrasi ekonomi dan sebagai badan usaha
mandiri yang terus berkembang pesat sampai sekarang.
Kondisi Koperasi di Indonesia
Setelah Merdeka
Setelah
bangsa Indonesia merdeka, pemerintah dan seluruh rakyat segera menata kembali
kehidupan ekonomi. Sesuai dengan tuntutan UUD 1945 pasal 33, perekonomian Indonesia
harus didasrkan pada asas kekeluargaan. Dengan demikian, kehadiran dan peranan
koperasi di dalam perekonomian nasional Indonesia telah mempunyai dasar
konstitusi yang kuat. Di masa kemerdekaan, koperasi bukan lagi sebagai reaksi
atas penderitaan akibat penjajahan, koperasi menjadi usaha bersama untuk
memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup yang didasarkan pada asas
kekeluargaan. Hal ini sangat sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia, yaitu
gotong royong.
Pada
awal kemerdekaan, koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan
masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada
tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan
Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu
dapat berkembang secara pesat.
Namun
karena sistem pemerintahan yang berubah-ubah maka terjadi titik kehancuran
koperasi Indonesia menjelang pemberontakan G30S / PKI. Partai-partai
memenfaatkan koperasi untuk kepentingan partainya, bahkan ada yang menjadikan
koperasi sebagai alat pemerasan rakyat untuk memperkaya diri sendiri, yang
dapat merugikan koperasi sehingga masyarakat kehilangan kepercayaannya dan
takut menjadi anggota koperasi.
Pembangunan
baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah berhasil menumpas pemberontakan G30S
/ PKI. Pemerintah bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Kehadiran dan peranan koperasi dalam perekonomian nasional
merupakan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat. Masa pasca kemerdekaan memang
dapat dikatakan berkembang tetapi pada masa itu membuat perkembangan koperasi
berjalan lambat. Namun keadaannya sperti itu, pemerintah pada atahun 1947
berhasil melangsungkan Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Kongres Koperasi I
menghasilkan beberapa keputusan penting, antara lain :
1. Mendirikan
sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia ( SOKRI )
2. Menetapkan
gotong royong sebagai asas koperasi
3. Menetapkan
pada tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi
Akibat
tekanan dari berbagai pihak misalnya Agresi Belanda, keputusan Kongres Koperasi
I belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Namun, pada tanggal 12 Juli
1953, diadakanlah Kongres Koperasi II di Bandung, yang antara lain mengambil
putusan sebagai berikut :
1. Membentuk
Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin ) sebagai pengganti SOKRI
2. Menetapkan
pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
3. Moh.
Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4. Segera
akan dibuat undang-undang koperasi yang baru
Hambatan-hambatan
bagi pertumbuhan koperasi antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut :
1. Kesadaran
masyarakat terhadap koperasi yang masih sangat rendah
2. Pengalaman
masa lampau mengakibtakan masyarakat tetap merasa curiga terhadap koperasi
3. pengetahuan
masyarakat mengenai koperasi masih sangat rendah
Untuk melaksanakan
program perkoperasian pemerintah mengadakan kebijakan antara lain :
1.
Menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat
terutama koperasi
2.
Memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
3.
Memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di
lapangan industri maupun pertanian yang bermodal kecil
Organisasi
perekonomian rakyat terutama koperasi sangat perlu diperbaiki. Para pengusaha
dan petani ekononmi lemah sering kali menjadi hisapan kaum tengkulak dan lintah
darat. Cara membantu mereka adalah mendirikan koperasi di kalangan mereka.
Dengan demikian pemerintah dapat menyalutrkan bantuan berupa kredit melalui
koperasi tersebut. Untuk menanamkan pengertian dan fubgsi koperasi di kalangan
masyarakat diadakan penerangan dan pendidikan kader-kader koperasi.
Beberapa
kejadian penting yang mempengaruhi perkembangan koperasi di Indonesia :
§ Pada tanggal
12 Juli 1947, dibentuk SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia)
dalam Kongres Koperasi Indonesia I di Tasikmalaya, sekaligus ditetapkannya
sebagai Hari Koperasi Indonesia.
§ Pada tahun
1960 dengan Inpres no.2, koperasi ditugaskan sebagai badan penggerak yang
menyalurkan bahan pokok bagi rakyat. Dengan inpres no.3, pendidikan koperasi di
Indonesia ditingkatkan baik secara resmi di sekolah-sekolah, maupun dengan cara
informal melalui siaran media masa,dll yang dapat memberikan informasi serta
menumbuhkan semangat berkoperasi bagi rakyat.
§ Lalu pada
tahun 1961, dibentuk Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI).
§ Pada tanggal
2-10 Agustus 1965, diadakan (Musyawarah Nasional Koperasi) MUNASKOP II yang
mengesahkan Undang-Undang koperasi no.14 tahun 1965 di Jakarta.
Potret Koperasi di Indonesia
Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia
tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak
26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember
1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif
per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi
Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di
ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah
melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui
koperasi.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan
melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam
waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut.
Jika semula ketergantungan terhadap captive market program
menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran
swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing
usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan
dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan
peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping
sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan
dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan
pribumi di desa).
Jika melihat
posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada
koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru
didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari
keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang
terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau
sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi
dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa
sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun
program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan
kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi
yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian
koperasi.
Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998
–2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya
secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya
Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis
pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian
koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada
penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif
terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi
bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun
horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus
mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap
mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit
serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.
Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga
kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal
ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder
dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi
sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah
karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi.
Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan
pada daerah otonom.
Kondisi
Koperasi di Indonesia Tahun 2011
Seperti yang dikatakan Menteri Negara Koperasi dan UKM, Syarif Hasan, pada hari
Selasa (12/7) yang saya dapatkan infonya dari nasional.contan.co.id bahwa
jumlah koperasi di Indonesia meningkat 5,31% dibanding tahun lalu. Data
Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan sampai Juni 2011 total koperasi di
Indonesia mencapai 186.907 unit. “Kita melihat perkembangan kinerja koperasi
selama setahun ini cukup mengembirakan,” terang Menteri Negara Koperasi dan UKM
tersebut.
Dari 186.907
unit koperasi itu, memiliki 30.472 anggota dengan volume usaha sebesar Rp
97.276 triliun serta modal sendiri mencapai Rp 30,10 triliun. Dibandingkan
dengan Desember 2008 angka pertumbuhan koperasi mencapai 20,6%. Kementerian
Negara Koperasi dan UKM berharap, pertumbuhan koperasi yang tinggi akan
berkontribusi terhadap perekonomian negara. Terutama dalam dalam penyerapan
tenaga kerja dan pembayaran retribusi termasuk pajak unit-unit usaha koperasi.
Pertumbuhan jumlah koperasi ini seiring dengan realisasi Kredit Usaha Rakyat
(KUR) dari 19 bank yang per 30 Juni 2011 ini juga mengalami peningkatan. Sejak
diluncurkan 2007 lalu sampai 30 Juni 2011 realisasi penyaluran KUR sudah
mencapai Rp 49,9 triliun untuk 4,804.100 debitur. Adapun target penyaluran KUR
tahun 2011 sebesar Rp 20 triliun kepada 991,542 debitur.
Sumber:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/01/perkembangan-koperasi-di-indonesia-7/