A.
KONSUMEN
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
1. Hak-hak konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4,
hak-hak konsumen sebagai berikut:
a.
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
b.
Hak untuk memilih dan mendapatkan
barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
.
c.
Hak atas informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
d.
Hak untuk didengar pendapat
keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
e.
Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
f.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan
Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
a.
Membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan.
b.
Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c.
Membayar sesuai dengan nilai tukar
yang disepakati.
d.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
B.
PELAKU
USAHA
Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi.
1)
Hak Pelaku Usaha. Seperti halnya konsumen, pelaku
usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 UUPK adalah:
a.
Hak untuk menerima pembayaran yang
sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan.
b.
Hak untuk mendapat perlindungan
hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c.
Hak untuk melakukan pembelaan diri
sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d.
Hak untuk rehabilitasi nama baik
apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
2)
Kewajiban Pelaku Usaha. Sedangkan kewajiban pelaku usaha
menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
a.
Beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya.
b.
Memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c.
Memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
d.
Menjamin mutu barang dan/atau jasa
yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku.
e.
Memberi kesempatan kepada konsumen
untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
C.
BARANG
USAHA
Barang Usaha adalah setiap benda baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
D.
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan
untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.
Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik
Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsibarang dan
atau jasa;
hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
a. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal
21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
b. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42
Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
c. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
d. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase
dan Alternatif Penyelesian Sengketa
e. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang
Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
f. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada
Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
g. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
CONTOH KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN
INDOMIE DI TAIWAN
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic
acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk
membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan
untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di
Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan
produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini
mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas,
seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di
dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam
benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan
tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga
membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini.
Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga
berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia
yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi,
lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin
melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk
mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging,
ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan
muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah,
Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,
produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang
regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan
anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya
untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara
berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Analisis kasus berdasarkan
Undang - Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Kasus penarikan indomie di
Taiwan dikarena pihak Taiwan menuding mie dari produsen indomie mengandung
bahan pengawet yang tidak aman bagi tubuh yaitu bahan Methyl P-Hydroxybenzoate
pada produk indomie jenis bumbu Indomie goreng dan saus barberque.
Hal ini disanggah oleh
Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang berdasarkan rilis resmi
Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie
instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen
Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie
tidak berbahaya.
Permasalahan diatas bila
ditilik dengan pandangan dalam hokum perlindungan maka akan menyangkutkan
beberapa pasal yang secara tidak langsung mencerminkan posisi konsumen dan
produsen barang serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen.
Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian:
·
Pasal 2 UU NO 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
·
Pasal 3 UU NO 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
·
Pasal 4 (c) UU NO 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen
·
Pasal 7 ( b dan d )UU
NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Perlu ditilik dalam kasus
diatas adalah adanya perbedaan standar mutu yang digunakan produsen indomie
dengan pemerintahan Taiwan yang masing-masing berbeda ketentuan batas aman dan
tidak aman suatu zat digunakan dalam pengawet,dalm hal ini Indonesia memakai
standart BPOM dan CODEX Alimentarius Commission (CAC) yang diakui secara
internasional.
Namun hal itu menjadi
polemic karena Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat
mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan. Hal ini yang
dijadikan pokok masalah penarikan Indomie. Oleh karena itu akan dilakukan
penyelidikan dan investigasi yang lebih lanjut.
Untuk menyikapi hal tersebut
PT Indofood Sukses Makmur mencantumkan segala bahan dan juga campuran yang
dugunakan dalam bumbu produk indomie tersebut sehingga masyarakat atau konsumen
di Taiwan tidak rancu dengan berita yang dimuat di beberapa pers di Taiwan.
Berdasarkan rilis resmi
Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie
instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen
Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie
tidak berbahaya.
Direktur Indofood Franciscus
Welirang bahkan menegaskan, isu negatif yang menimpa Indomie menunjukkan produk
tersebut dipandang baik oleh masyarakat internasional, sehingga sangat
potensial untuk ekspor. Menurutnya, dari kasus ini terlihat bahwa secara tidak
langsung konsumen di Taiwan lebih memilih Indomie ketimbang produk mie instan
lain. Ini bagus sekali. Berarti kan (Indomie) laku sekali di Taiwan, hingga
banyak importir yang distribusi.
Sumber:
http://perlindungankons.blogspot.com/2013/06/contoh-kasus.html
http://gillianstefanylondong.blogspot.com/2014/06/undang-undang-perlindungan-konsumen-dan.html
http://gillianstefanylondong.blogspot.com/2014/06/undang-undang-perlindungan-konsumen-dan.html
http://farrelfebrinal.blogspot.com/2014/06/contoh-kasus-perlindungan-konsumen.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar