Jumat, 23 Oktober 2015

CERPEN_PAVILIUN MISTERIUS


“Yah. jauh banget. Jangan tinggi-tinggi dong nendang bolanya, Druz. Kataku kesal.
Aku segera mengambil bola yang Badruz tendang, bola itu terbang melayang lalu jatuh ke arah sebuah paviliun tua di dekat lapangan bola rumahku. Aku mencari bola ke arah semak-semak belukar yang tinggi rumputnya melebihi tinggi badanku.
“Mana ya?” Kataku sambil meminggirkan rumput yang menghalangi jalanku. Bola berwarna putih hitam itu akhirnya aku temui di sekitar dinding paviliun tua.
“Ini dia.” Kataku kegirangan. Aku pun segera meninggalkan tempat itu. Namun, tiba-tiba..
“Per...gi...” Ujar pemilik suara aneh.
Suaranya terdengar serak bahkan nyaris tak terdengar. Seketika aku bergidik ngeri, sekujur tubuhku rasanya melemah mendengar suara asing itu. Aku memberanikan diri mencoba mengetahui dari mana suara itu berasal.
“Per..gi!” Suara itu terdengar lagi.
Langkah kakiku terhenti sesaat, sambil mencoba menenangkan diri.
“Ya Allah. Tolongin Firman.. Firman cuma ingin tahu, ada apa di dalam rumah ini. Jangan Allah biarkan Firman takut, Ya Allah. Kata Papa dan Mama kan, jadi anak gak boleh takut. Aku mau membuktikan kepada Papa, Mama dan Kak Fira. Kalau aku anak yang pemberani. Ya Allah, berikanlah Firman keberanian. Amin..” Ujarku menguatkan diri.
Lalu aku melanjutkan langkahku untuk menelusuri dari mana suara itu berasal. Paviliun berukuran sedang itu memang tak pernah dikunjungi siapapun, tapi hatiku yakin bahwa ada seseorang di dalamnya.
Kini aku telah berada di depan pintu paviliun yang berwarna hijau. Gagang pintu yang mulai berkarat dan dinding-dinding yang mulai berlumut serta banyak sarang laba-laba itu seakan menambah keseraman dari paviliun yang kudatangi. Perlahan aku mencoba membuka pintu itu.
“Kreeeekkkk..” Bunyi pintu itu terdengar cukup keras. Engsel-engsel yang berkarat menimbulkan suara decitan yang memekikan telingaku.
“Gak dikunci.” Kataku.
Lalu, kulihat sedikit demi sedikit ruangan yang pengap dari pintu yang kubuka perlahan. Ruangan yang gelap dan berdebu membuatku terbatuk sesaat. Tiba-tiba bau anyir menghampiri hidungku. Baunya mirip seperti.... bau bangkai. “Bau bangkai apa ini?” Kataku dalam hati.
Aku memberanikan diri masuk ke dalam paviliun, langkah kakiku kubuat tak terdengar mungkin dan berhati-hati saat berjalan. Aku melihat sekeliling rumah itu sambil mengamati foto-foto usang yang dipajang di dinding yang berlumut. Foto seorang kakek tua dan siapa ini? Wajahnya tidak terlihat, karena sudah luntur terkena air atau kebakar? Entah.
Aku mengamati kembali foto-foto yang lain. Namun semua foto sepertinya terlihat sama, usang dan.. luntur. Setiap foto yang berada disebelah kakek, pasti tak bisa terlihat. Dari yang aku amati, sepertinya gambar disebelah Kakek adalah cucunya, karena tubuhnya lebih kecil dari kakek dan kutebak pasti ini adalah cucu perempuannya. Tapi aku sungguh tidak bisa mengenali wajahnya sama sekali. Dinding yang penuh dengan gambar-gambar indah yang mirip hasil karya anak-anak, pasti ini di gambar oleh cucu kakek. Terlihat gambar kakek sedang menggandeng erat tangan cucunya walau wajahnya tak nampak.
“Per..gi!” Suara itu terdengar kembali. “PERGI...!!” Katanya. Aku menoleh perlahan ke arah suara tersebut. Lalu.......
***
Aku tersadar. Ternyata aku pingsan. Aku mengamati keadaan sekitar.
“Kamu di Rumah Sakit.” Kata Kak Fira, lalu ia duduk di ranjang sebelahku.
“Mama tuh hampir copot jantungnya dengar kamu masuk ke dalam paviliun tua. Kamu itu apa gak takut sama kakek tua itu?” Tambahnya.
“Kok, Kak Fira tau?” Tanyaku heran.
“Firman, denger kakak, kamu itu masih 7 tahun, jangan sok-sokan deh masuk ke dalam tempat yang aneh-aneh. Kalau tadi Badruz dan Ferdy enggak kasih tau Mama dan Kakak, mungkin kamu akan sama dengan cucunya kakek itu.”
“Loh memangnya kenapa, Kak dengan cucu kakek itu?”
“Ternyata, paviliun itu ditempati sama kakek tua, dan mayat cucu perempuannya yang enggak dia kuburkan, karena kakeknya sayang sama cucunya itu. Dan waktu Polisi mendobrak pintu, kakek itu lagi mengasah pisau.” Jelas Kak Fira.
“Ah, masa sih Kak?” Tanyaku tak percaya.
“Beneran, Firman. Terus.. dari omongan orang yang kakak dengar, kakek itu suka menculik anak-anak, karena dia sedih melihat cucunya yang sudah meninggal karena dibunuh orang. Pokoknya, apapun alasannya jangan pernah kamu ulangi lagi nekat-nekat kayak tadi. Telat sedikit aja, Kakak gak tau deh kamu bagaimana.” Kak Fira menjelaskan.
“Terus, Kakek itu kemana? Cucunya gimana?” Tanyaku penasaran.
“Kakek itu ditahan Polisi, cucunya dimakamin di pemakaman. Lagi kok kamu sok berani sih pake kesana segala?” Kak Fira mulai kesal.
“Tadi, aku main bola sama Badruz dan Ferdi. Bolanya terbang kesana, yaudah aku ambil, terus aku denger suara, makanya aku penasaran masuk. Tapi Kak, Mama sama Papa marah gak yah sama aku?”
“Ya, menurut kamu?”
“GAK ADA JAJAN SEBULAN!” Tiba-tiba Mama datang memarahiku. Aku tercengang.
TAMAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar