“Yah.
jauh banget. Jangan tinggi-tinggi dong nendang bolanya, Druz. Kataku kesal.
Aku
segera mengambil bola yang Badruz tendang, bola itu terbang melayang lalu jatuh
ke arah sebuah paviliun tua di dekat lapangan bola rumahku. Aku mencari bola ke
arah semak-semak belukar yang tinggi rumputnya melebihi tinggi badanku.
“Mana
ya?” Kataku sambil meminggirkan rumput yang menghalangi jalanku. Bola berwarna
putih hitam itu akhirnya aku temui di sekitar dinding paviliun tua.
“Ini
dia.” Kataku kegirangan. Aku pun segera meninggalkan tempat itu. Namun,
tiba-tiba..
“Per...gi...”
Ujar pemilik suara aneh.
Suaranya
terdengar serak bahkan nyaris tak terdengar. Seketika aku bergidik ngeri, sekujur
tubuhku rasanya melemah mendengar suara asing itu. Aku memberanikan diri mencoba
mengetahui dari mana suara itu berasal.
“Per..gi!”
Suara itu terdengar lagi.
Langkah
kakiku terhenti sesaat, sambil mencoba menenangkan diri.
“Ya
Allah. Tolongin Firman.. Firman cuma ingin tahu, ada apa di dalam rumah ini.
Jangan Allah biarkan Firman takut, Ya Allah. Kata Papa dan Mama kan, jadi anak
gak boleh takut. Aku mau membuktikan kepada Papa, Mama dan Kak Fira. Kalau aku
anak yang pemberani. Ya Allah, berikanlah Firman keberanian. Amin..” Ujarku
menguatkan diri.
Lalu
aku melanjutkan langkahku untuk menelusuri dari mana suara itu berasal.
Paviliun berukuran sedang itu memang tak pernah dikunjungi siapapun, tapi
hatiku yakin bahwa ada seseorang di dalamnya.
Kini
aku telah berada di depan pintu paviliun yang berwarna hijau. Gagang pintu yang
mulai berkarat dan dinding-dinding yang mulai berlumut serta banyak sarang
laba-laba itu seakan menambah keseraman dari paviliun yang kudatangi. Perlahan
aku mencoba membuka pintu itu.
“Kreeeekkkk..”
Bunyi pintu itu terdengar cukup keras. Engsel-engsel yang berkarat menimbulkan
suara decitan yang memekikan telingaku.
“Gak
dikunci.” Kataku.
Lalu,
kulihat sedikit demi sedikit ruangan yang pengap dari pintu yang kubuka
perlahan. Ruangan yang gelap dan berdebu membuatku terbatuk sesaat. Tiba-tiba
bau anyir menghampiri hidungku. Baunya mirip seperti.... bau bangkai. “Bau
bangkai apa ini?” Kataku dalam hati.
Aku
memberanikan diri masuk ke dalam paviliun, langkah kakiku kubuat tak terdengar
mungkin dan berhati-hati saat berjalan. Aku melihat sekeliling rumah itu sambil
mengamati foto-foto usang yang dipajang di dinding yang berlumut. Foto seorang
kakek tua dan siapa ini? Wajahnya tidak terlihat, karena sudah luntur terkena
air atau kebakar? Entah.
Aku
mengamati kembali foto-foto yang lain. Namun semua foto sepertinya terlihat
sama, usang dan.. luntur. Setiap foto yang berada disebelah kakek, pasti tak
bisa terlihat. Dari yang aku amati, sepertinya gambar disebelah Kakek adalah
cucunya, karena tubuhnya lebih kecil dari kakek dan kutebak pasti ini adalah
cucu perempuannya. Tapi aku sungguh tidak bisa mengenali wajahnya sama sekali. Dinding
yang penuh dengan gambar-gambar indah yang mirip hasil karya anak-anak, pasti
ini di gambar oleh cucu kakek. Terlihat gambar kakek sedang menggandeng erat
tangan cucunya walau wajahnya tak nampak.
“Per..gi!”
Suara itu terdengar kembali. “PERGI...!!” Katanya. Aku menoleh perlahan ke arah
suara tersebut. Lalu.......
***
Aku
tersadar. Ternyata aku pingsan. Aku mengamati keadaan sekitar.
“Kamu
di Rumah Sakit.” Kata Kak Fira, lalu ia duduk di ranjang sebelahku.
“Mama
tuh hampir copot jantungnya dengar kamu masuk ke dalam paviliun tua. Kamu itu
apa gak takut sama kakek tua itu?” Tambahnya.
“Kok,
Kak Fira tau?” Tanyaku heran.
“Firman,
denger kakak, kamu itu masih 7 tahun, jangan sok-sokan deh masuk ke dalam tempat
yang aneh-aneh. Kalau tadi Badruz dan Ferdy enggak kasih tau Mama dan Kakak,
mungkin kamu akan sama dengan cucunya kakek itu.”
“Loh
memangnya kenapa, Kak dengan cucu kakek itu?”
“Ternyata,
paviliun itu ditempati sama kakek tua, dan mayat cucu perempuannya yang enggak
dia kuburkan, karena kakeknya sayang sama cucunya itu. Dan waktu Polisi
mendobrak pintu, kakek itu lagi mengasah pisau.” Jelas Kak Fira.
“Ah,
masa sih Kak?” Tanyaku tak percaya.
“Beneran,
Firman. Terus.. dari omongan orang yang kakak dengar, kakek itu suka menculik
anak-anak, karena dia sedih melihat cucunya yang sudah meninggal karena dibunuh
orang. Pokoknya, apapun alasannya jangan pernah kamu ulangi lagi nekat-nekat
kayak tadi. Telat sedikit aja, Kakak gak tau deh kamu bagaimana.” Kak Fira
menjelaskan.
“Terus,
Kakek itu kemana? Cucunya gimana?” Tanyaku penasaran.
“Kakek
itu ditahan Polisi, cucunya dimakamin di pemakaman. Lagi kok kamu sok berani
sih pake kesana segala?” Kak Fira mulai kesal.
“Tadi,
aku main bola sama Badruz dan Ferdi. Bolanya terbang kesana, yaudah aku ambil,
terus aku denger suara, makanya aku penasaran masuk. Tapi Kak, Mama sama Papa
marah gak yah sama aku?”
“Ya,
menurut kamu?”
“GAK
ADA JAJAN SEBULAN!” Tiba-tiba Mama datang memarahiku. Aku tercengang.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar