“Pokoknya,
Kakak gak boleh naksir Pak Arlan.” Suara Rio terdengar keras.
“Lho,
apa hubungannya sama kamu? Kan kakak yang suka. Masalah buat kamu? Udahlah,
belajar aja yang bener, kalau nilai kamu bagus dan berhasil dapet peringkat,
kamu baru boleh nasehatin Kakak, ngerti?” Tiara meninggalkan Rio yang masih
terkejut mendengar pernyataan Tiara yang mengaggumi guru SMP nya dan kini
menjadi guru Rio di sekolah dasar.
Di kamar Tiara.
“Apaan
sih Rio, marah-marah gak jelas. Kenapa gue gak boleh dapet kalung ini? Ini kan
dari Kak Arlan. Dasar anak kecil. Tiara memandangi kalung berinisial “T” yang
diberikan Kak Arlan padanya tadi siang.
“Kak..”
Rico nongol dari pintu yang terbuka sedikit.
“APA?”
Kata Tiara kesal.
“Kak Tiara, aku mau ngomong sesuatu.” Kini
Rico, kembaran Rio duduk di tepi ranjang Tiara. “Aku curiga deh sama Rio.
Kayaknya dia punya sesuatu yang ia umpetin di dalam lemari. Aku pernah mergoki
dia lagi masukin bungkusan itu ke dalam lemari. Bungkusannya kecil. Terus,
waktu aku tanya, dia malah bilang “Tunggu Hujan” gitu. Aku gak ngerti
maksudnya.” Kata Rico polos.
Tiara
mulai memperhatikan Rico. Kedua adik kembarnya ini memang selalu membuatnya
kesal dengan ulah mereka. Apalagi Rio, adiknya yang satu ini selalu dipanggil
guru matematika, yaitu Pak Arlan.
“Kamu
yakin dia punya sesuatu yang mencurigakan? Atau ini ulah kalian berdua?”
“Beneran
deh, Kak. Aku gak bohong. Coba aja besok kakak cek dilemarinya..”
***
Keesokan
harinya. Rico dan Rio pulang bersama Tiara. Namun, sebelum Rico dan Rio masuk
ke dalam kamar, Tiara segera memanggilnya. “Rico.. Rio.. kalian duduk dulu!”
Perintah Tiara. Rico dan Rio pun segera duduk berhadapan dengan Tiara.
“Ada
apa, Kak?” Tanya Rio.
“Ayah,
Ibu selalu mengajarkan kita untuk saling jujur, kan?” Tanya Tiara. Rico dan Rio
pun mengangguk. “Sekarang, Kakak gak mau nunjuk. Siapa yang menyembunyikan
sesuatu di dalam lemari dan dia gak jujur?” Kata Tiara. Rico dan Rio menunduk.
Sesekali mereka bertatapan.
“Gak
mau jawab? Apa mau Kakak yang ambil, barang apa itu? Rio?” Rio terdiam. “Oke.
Kakak yang ambil.” Tiara bangkit dari duduknya lalu segera menuju lemari Rio.
“Kakak..
Jangan.. jangan, Kak. Tunggu hujan.” Pinta Rio mengejar Tiara. Tiara yang cuek,
segera mengobrak-abrik isi yang ada di dalam lemari Rio. Ketika mencari,
akhirnya Tiara menemukan kotak persegi yang dibungkus dengan koran.
“Ini
apa, Rio?” Tanya Tiara.
“Jangan
Kak, jangan..” Rengek Rio. Tangisnya tak dapat ia bendung dari matanya.
“PRAAANG...”
Tiara membanting kotak berbungkus koran ke lantai. Suara tangis Rio pun
terdengar pecah, melihat Tiara membanting kotak tersebut.
“KAKAK
JAHAT! Aku menabung selama satu bulan untuk membelikan ini untuk, Kakak.”
“Apa
itu?” Tanya Tiara keras.
“Itu
kalung pengganti untuk Kak Tiara! Kalung yang Pak Arlan berikan itu bukan buat
Kakak, tapi buat istrinya, Bu Tantri. Pak Arlan ingin meminta kembali kalung
itu dan menceritakan sama kakak, kalo Pak Arlan sudah menikah dengan guru
bahasa inggris aku. Dan Pak Arlan akan meminta kalung itu pada saat hujan tiba.
Makanya aku akan memberikan kalungnya pada kakak pada saat hujan dan kakak
tahu, selama 1 bulan ini, hujan tidak pernah turun. Sekarang.. Kakak malah
hancurin liontin itu. KAKAK JAHAT!” Rio pergi meninggalkan Tiara yang mulai
meneteskan air matanya. Seakan tak percaya dengan apa yang Rio katakan.
Seketika
terdengar suara gemuruh petir di langit. Pertanda hujan akan segera turun.
Hujan yang selama ini dinantikan Rio, akhirnya turun menetes ke bumi. Tiara
menangis sejadi-jadinya. Rico mencoba mengejar adik kembarnya keluar.
Tiba-tiba, ponsel Tiara berdering. Sebuah pesan masuk.
“Tiara.
Adikku. Maafkan aku. Aku tak menceritakan hal yang sebenarnya. Aku sudah
menikah 2 bulan yang lalu. Aku memang belum bisa melupakan kamu, makanya aku
masih mencoba mendekati kamu. Aku sadar ini salah. Kalung itu sebenarnya bukan
untukmu. Tapi, sebagai kenang-kenangan, kamu boleh memilikinya. Aku akan pergi
dengan istriku ke Malang dan menetap disana. Jaga diri baik-baik. Sampaikan
salamku pada Rio. Arlan.”
Membaca
pesan tersebut, Tiara semakin menangis sejadi-jadinya. Sesaat ia teringat pada
kalung yang Rio berikan. Kalung yang indah, walaupun dengan liontin yang
terbuat dari kaca yang didalamnya ada seorang anak memegang payung, kini telah
pecah karenanya. Tiara terisak sedih dan menyesalinya.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar