Rabu, 18 November 2015

CERPEN-MENUNGGU HUJAN


“Pokoknya, Kakak gak boleh naksir Pak Arlan.” Suara Rio terdengar keras.
“Lho, apa hubungannya sama kamu? Kan kakak yang suka. Masalah buat kamu? Udahlah, belajar aja yang bener, kalau nilai kamu bagus dan berhasil dapet peringkat, kamu baru boleh nasehatin Kakak, ngerti?” Tiara meninggalkan Rio yang masih terkejut mendengar pernyataan Tiara yang mengaggumi guru SMP nya dan kini menjadi guru Rio di sekolah dasar.
Di kamar Tiara.
“Apaan sih Rio, marah-marah gak jelas. Kenapa gue gak boleh dapet kalung ini? Ini kan dari Kak Arlan. Dasar anak kecil. Tiara memandangi kalung berinisial “T” yang diberikan Kak Arlan padanya tadi siang.
“Kak..” Rico nongol dari pintu yang terbuka sedikit.
“APA?” Kata Tiara kesal.
 “Kak Tiara, aku mau ngomong sesuatu.” Kini Rico, kembaran Rio duduk di tepi ranjang Tiara. “Aku curiga deh sama Rio. Kayaknya dia punya sesuatu yang ia umpetin di dalam lemari. Aku pernah mergoki dia lagi masukin bungkusan itu ke dalam lemari. Bungkusannya kecil. Terus, waktu aku tanya, dia malah bilang “Tunggu Hujan” gitu. Aku gak ngerti maksudnya.” Kata Rico polos.
Tiara mulai memperhatikan Rico. Kedua adik kembarnya ini memang selalu membuatnya kesal dengan ulah mereka. Apalagi Rio, adiknya yang satu ini selalu dipanggil guru matematika, yaitu Pak Arlan.
“Kamu yakin dia punya sesuatu yang mencurigakan? Atau ini ulah kalian berdua?”
“Beneran deh, Kak. Aku gak bohong. Coba aja besok kakak cek dilemarinya..”
***
Keesokan harinya. Rico dan Rio pulang bersama Tiara. Namun, sebelum Rico dan Rio masuk ke dalam kamar, Tiara segera memanggilnya. “Rico.. Rio.. kalian duduk dulu!” Perintah Tiara. Rico dan Rio pun segera duduk berhadapan dengan Tiara.
“Ada apa, Kak?” Tanya Rio.
“Ayah, Ibu selalu mengajarkan kita untuk saling jujur, kan?” Tanya Tiara. Rico dan Rio pun mengangguk. “Sekarang, Kakak gak mau nunjuk. Siapa yang menyembunyikan sesuatu di dalam lemari dan dia gak jujur?” Kata Tiara. Rico dan Rio menunduk. Sesekali mereka bertatapan.
“Gak mau jawab? Apa mau Kakak yang ambil, barang apa itu? Rio?” Rio terdiam. “Oke. Kakak yang ambil.” Tiara bangkit dari duduknya lalu segera menuju lemari Rio.
“Kakak.. Jangan.. jangan, Kak. Tunggu hujan.” Pinta Rio mengejar Tiara. Tiara yang cuek, segera mengobrak-abrik isi yang ada di dalam lemari Rio. Ketika mencari, akhirnya Tiara menemukan kotak persegi yang dibungkus dengan koran.
“Ini apa, Rio?” Tanya Tiara.
“Jangan Kak, jangan..” Rengek Rio. Tangisnya tak dapat ia bendung dari matanya.
“PRAAANG...” Tiara membanting kotak berbungkus koran ke lantai. Suara tangis Rio pun terdengar pecah, melihat Tiara membanting kotak tersebut.
“KAKAK JAHAT! Aku menabung selama satu bulan untuk membelikan ini untuk, Kakak.”
“Apa itu?” Tanya Tiara keras.
“Itu kalung pengganti untuk Kak Tiara! Kalung yang Pak Arlan berikan itu bukan buat Kakak, tapi buat istrinya, Bu Tantri. Pak Arlan ingin meminta kembali kalung itu dan menceritakan sama kakak, kalo Pak Arlan sudah menikah dengan guru bahasa inggris aku. Dan Pak Arlan akan meminta kalung itu pada saat hujan tiba. Makanya aku akan memberikan kalungnya pada kakak pada saat hujan dan kakak tahu, selama 1 bulan ini, hujan tidak pernah turun. Sekarang.. Kakak malah hancurin liontin itu. KAKAK JAHAT!” Rio pergi meninggalkan Tiara yang mulai meneteskan air matanya. Seakan tak percaya dengan apa yang Rio katakan.
Seketika terdengar suara gemuruh petir di langit. Pertanda hujan akan segera turun. Hujan yang selama ini dinantikan Rio, akhirnya turun menetes ke bumi. Tiara menangis sejadi-jadinya. Rico mencoba mengejar adik kembarnya keluar. Tiba-tiba, ponsel Tiara berdering. Sebuah pesan masuk.

“Tiara. Adikku. Maafkan aku. Aku tak menceritakan hal yang sebenarnya. Aku sudah menikah 2 bulan yang lalu. Aku memang belum bisa melupakan kamu, makanya aku masih mencoba mendekati kamu. Aku sadar ini salah. Kalung itu sebenarnya bukan untukmu. Tapi, sebagai kenang-kenangan, kamu boleh memilikinya. Aku akan pergi dengan istriku ke Malang dan menetap disana. Jaga diri baik-baik. Sampaikan salamku pada Rio. Arlan.”

Membaca pesan tersebut, Tiara semakin menangis sejadi-jadinya. Sesaat ia teringat pada kalung yang Rio berikan. Kalung yang indah, walaupun dengan liontin yang terbuat dari kaca yang didalamnya ada seorang anak memegang payung, kini telah pecah karenanya. Tiara terisak sedih dan menyesalinya.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar